Oleh: Musri Nauli
Ketika Al haris - Abdullah Sani menghadiri deklarasi dukungan ribuan milenial Jambi yang tergabung Milenial Haris-Sani, seketika angan-angan kemudian melayang.
Sebagai Generasi kelahiran 1981-1996 (kaum milenial), Data KPU Provinsi Jambi sebanyak sebanyak 880.231 pemilih atau 32,89 persen. Angka yang cukup menentukan “kemenangan” sekaligus tonggak estafet kaderisasi kepemimpinan.
Ciri dari kaum milenial adalah “generasi” praktis yang ditandai dengan penguasaan Gawai didalam mendapatkan informasi. Sekaligus sebagai Bahan “cheking” dari seluruh informasi.
Di tangan kaum milenial, kekuatan-kekuatan raksasa bertumbangan. Selevel The Washington Post” yang sudah menguasai media konvensional beberapa dekade di Amerika kemudian tumbang.
Di Indonesia sendiri, aplikasi Gojek mampu menumbangkan “blue bird” yang telah membirukan Jakarta puluhan tahun.
Berbagai media konvensional seperti koran cetak Sudah jauh mengurangi oplah. Bahkan sudah banyak yang kemudian gulung tikar. Beralih ke media online yang kemudian “bak jamur” dan menjadi konsumsi bacaan kaum muda.
Belum lagi berbagai perangkat konvensional kemudian sudah berpindah ke media digital. Sebuah trend yang tidak dapat dipungkiri perkembangannya.
Berbagai Kabar seperti toko-toko konvensional kemudian menyatakan bangkrut. Berbagai merk-merk ternama kemudian sudah menghentikan pasokannya. Bahkan tempat-tempat yang menjadi tempat ritual wajib menjelang lebaran (Pasar Tanah Abang) Malah sepi menjelang Idul Fitri.
Usaha-usaha lain seperti “travel agen” Sudah lama tidak terdengar kabarnya. Kalaupun masih ada yang tersisa tinggal travel urusan ibadah. Perjalanan religi yang memang jangkauan hingga ke berbagai negara.
Sebagai trend kemajuan komunikasi, mereka menguasai informasi-informasi hanya cukup “membuka HP’. Mereka tidak perlu harus membaca informasi dari media cetak yang menjadi bacaan generasi sebelumnya.
Bahkan kedua putraku yang kelahiran 2000 dan 2010 kemudian sama sekali tidak mengenal istilah “oplah” atau “headline”. Sebuah kata wajib yang Melekat di media konvensional.
Kemajuan zaman memang menghapuskan satu putaran generasi. Dan putaran itu terus berlangsung hingga kini.
Mereka bisa “traveling” ke berbagai daerah hanya cukup “klik” dari HP. Baik memesan pesawat, hotel, tempat hiburan. Bahkan hingga bisa mendapatkan kendaraan (baik rental maupun menggunakan aplikasi seperti Gojek atau Grab. Dan sekaligus bisa mendatangi obyek-obyek wisata).
Sebuah kemajuan sekaligus memudahkan mobilitas yang sama sekali tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Lagi-lagi sebagai “generasi milenal” yang menguasai informasi sekaligus mempunyai daya kritis, mengelola generasi milenial” memerlukan seni tersendiri.
Pertama. Harus menyampaikan argumentasi sekaligus konsepsi yang rasional. Generasi “milenial” mempunyai berbagai perbandingan dari berbagai informasi yang diterimanya.
Berbagai jejak digital yang selama ini tetap lengket didunia maya akan selalu menjadi Rujukan.
Lihatlah bagaimana Netizen Indonesia yang mampu memperbandingkan berbagai ucapan tokoh-tokoh di berbagai kesempatan. Sehingga publik mendapatkan gambaran utuh dari ucapan tokoh yang kemudian dapat membangun narasi sebagai tokoh yang mencla-mencle.
Kedua. Kemampuan membuat informasi menjadi running. Berbagai peristiwa di nasional di tangan anak muda mampu menjadi pembicaraan nasional. Biasa juga dikenal sebagai viral.
Berbagai “sumbatan” demokrasi ataupun ketertutupan informasi yang hanya dikuasai segelintir orang mampu dibongkar dan kemudian dapat mengubah arah. Misalnya dalam kasus heboh Ferdy Sambo yang mampu membongkar dari berbagai ketertutupan informasi.
Ketiga. Kemampuan manuver ditengah berbagai persoalan. Bukankah masih ingat ketika Pandemi yang Tengah melanda di Indonesia ?
Dengan kreatif mereka kemudian mampu membuat aplikasi yang memasarkan produk yang sebelumnya dari pemasaran konvensional menjadi pemasaran modern. Dan bisa diakses siapapun.
Berbagai produk yang semula harganya cukup mahal mampu dipotong hingga hanya 1/3. Sekaligus mampu memotong jalur distribusi yang panjang.
Keempat. Generasi milenial mempunyai daya ingat yang luar biasa. Mereka mampu mengingat dari setiap momen di Indonesia.
Dengan menempatkan Generasi milenial di percaturan poliitik praktis Pilkada Jambi tidak semata-mata meraih dukungan elektoral. Namun Al Haris sedang mempersiapkan generasi milenial yang akan memasuki usia emas 5 - 10 tahun mendatang.
Generasi yang akan mewarnai hingga 2045.
Dan proses ini sedang berlangsung dengan transisi yang dimulai dari Pilkada Jambi 2024.
Selamat datang generasi milenial. (*)
Editor : Monas Junior