Oleh : Musri Nauli SH *
Ketika melihat nama Sungai Nibung, Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat maka kemudian teringat nama tempat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.
Ya. Nama Nibung Putih dikenal sebagai nama Desa didalam Kecamatan Muara Sabak Barat, Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi.
Nibung sebagai nama flora sebagai tanda-tanda flora yang tumbuh (Biodiversity) yang dikenal di daerah gambut dan Mangrove. Fungsinya sebagai cukup banyak. Menurut masyarakat yang mengenal nibung maka batangnya dapat digunakan untuk membuat atap. Belum lagi sebagai bahan bangunan untuk tiang yang terbukti handal dari air Pasang yang sering mengandung garam.
Sehingga ketika nama Nibung kemudian dilekatkan menjadi ciri khas dari masyarakat Gambut dan mangrove maka Sudah menjadi pengetahuan sehari-hari ditengah masyarakat.
Selain Nibung juga juga dikenal Nipah. Nibung dan Nipah adalah tanaman khas di daerah gambut dan Mangrove.
Kata-kata Nibung dan Nipah kemudian dilekatkan didalam Lambang Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang mempunyai slogan “Sepucuk Nipah serumpun Nibung.
Rasa penasaran kemudian semakin memuncak. Ketika beberapa kosakata yang menggunakan istilah seperti Rasau, Nipah, depa. Kata-kata yang lazim dikenal di masyarakat Jambi.
Memang sebelum ke Desa Sungai Nibung perjalanan dari Pontianak sebelum menggunakan speedboad kemudian singgah dulu di Kecamatan Rasau Jaya. Lebih kurang 30 km.
Nah, kata Rasau juga dikenal di Tanjabtim. Biasa dilekatkan dengan Kecamatan Rantau Rasau. Daerah penghasil padi tahun 1972-an untuk masyarakat Jambi.
Selain itu juga dikenal Desa Rantau Rasau. Sebuah nama tempat yang dicatatkan didalam peta belanda sebagai pusat Marga Berbak. Berbak kemudian dilekatkan menjadi nama Taman Nasional Berbak-Sembilang.
Disela-sela perjalanan, Kepala Desa Sungai Nibung kemudian memperkenalkan sistem luas tanah. Dikenal istilah Koyan. Koyan luas yang terdiri dari 25 depa (buka) dan 100 depa (panjang). Biasa juga dikenal Lebar 25 depa dan panjang 100 depa.
Kata depa memang mirip dengan depo. Kata-kata depo relatif dikenal didalam Desa-desa Gambut di Jambi.
Sejarah Desa Sungai Nibung tidak dapat dilepaskan dari Zaman Kerajaan Kertamulia. Penguasa Kerajaan Kertamulia yang dipimpin oleh Syarif Aqil Al Idrus. Dengan kekuasaan mencakup dari Tanjung Bubnga sampai dengan Tanjung Burung.
Kemudian dikenal tiga kepunggawaan. Seperti Tanjung Bunga, Kuala Karang dan Tanjung Burung.
Sebelum UU Desa, wilayah Desa Sungai Nibung dikepalai seorang Kepala Kampung. Dan tahun 1967 kemudian menjadi Desa Sungai Nibung (Profil Desa Sungai Nibung).
Ditengah masyarakat, wilayah mangrove terletak di sungai terus cabang pulau, sungai tiram, sungai besar cabang kiri, cabang tayep. WIlayah ini kemudian dikenal sebagai zonasi lindung.
Sedangkan mangrove yang terletak di sungai piring, sungai pulau, sungai mak janda, sungai dungun, sungai nibung, sungai tongkang, sungai panjang besar,sungai panjang kecil,sungai piyai kecil,sungai piyai besar, sungai gundi kecil,sungai gundi besar,sungai sumpit bujur,sungai sumpit bengkok,sungai beting kecil,sungai beting besar,sungai besar,sungai tiram,sungai jebung,sungai terus,sungai paloh dusun tanjung ruu sampai batas desa kuala karang kemudian dikenal sebagai zonasi pemanfaatan.
Didalam pengaturan tentang Mangrove, masyarakat Desa Sungai Nibung cukup ketat. Diantaranya selain dilarang menebang pohon, meracun ikan, menyentrum ikan, mereka juga mengenal larangan seperti larangan sungkur dalam sungai, menggunakan jaringan pukat tebak, menggunakan alat tangkap selambau dan dilarang mengambil telur penyu dan tuntung.
Sungkur adalah alat tangkap berbentuk jaring menggunakan kayu kemudian dilakukan dengan cara mendorong menggunakan kapal motor (menyerok dalam skala besar).
Tebak adalah kegiatan dilakukan terlebih dahulu dengan memasang jaring,kemudian melakukan dengan cara memukul air menggunakan kayu atau sejenisnya diatas air sehingga ikan berpencar dan terperangkap di jaring.
Selambau adalah sejenis alat tangkap yang digunakan dengan cara meletakkan sesuai dengan arus air sungai kemudian di hulu sungai di berikan racun ikan (tuba).
Tuntung adalah istilah yang digunakan masyarakat untuk sejenis penyu tidak bersirip
Larangan menggunakan alat tangkap seperti sungkur, pukat tebak dan selambau adalah cara-cara yang selain menangkap udang dan kepiting juga menggunakan skala besar. Sehingga mengakibatkan terganggunya ekosistem mangrove didalam wilayah Desa Sungai Nibung. Selain cara-cara ini justru mengakibatkan hilangnya biota laut dan dipastikan biota didalam mangrove akan hilang.
Yang unik adalah setiap pelanggaran yang dilakukan kemudian dikenakan hukum adat. Berupa Seribu ketupat. Seribu Ketupat adalah hukuman adat terberat berupa dibuatnya seribu ketupat. Setiap ketupat yang dibuat dan diberikan secara langsung kepada masyarakat sebagai permohonan maaf.
Ketergantungan masyarakat Desa Sungai Nibung dengan mangrov membuat masyarakat kemudian memilih untuk menjaga keberlangsungan mangrov. Selain hasil yang dapat dan terus dinikmati menghasilkan udang, kepiting maupun udan rebon yang mampu menghidupi perekonomian masyarakat, daya tahan menjaga mangrov juga dari ancaman abrasi. Yang setiap saat mengintai dan akan menghabisi wilayah Desa Sungai Nibung.
Pelajaran penting yang menarik untuk diikuti. (*)
* Advokat, tingal di Jambi
Editor : Monas Junior
Artikel Terkait