Dalam Naskah Asli itu, Sayuti menyebut ada tiga poin penting dalam pengelolaan ekonomi yakni pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Kedua, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ketiga, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Pasal 33 adalah konsekuensi dari tujuan berdirinya negara Indonesia. Hal ini ditunjukkan di dalam Pembukaan UUD 1945 pada alenia ke-IV," jelas Sayuti. Selain itu, Sayuti juga menyebut jika Pasal 33 merupakan rumusan yang mengatur secara prinsip mengenai perekonomian negara yang akan diwujudkan.
Persoalan muncul ketika dilakukan amandemen, yang mana di dalamnya juga ikut merubah Pasal 33. Sayuti menyebut ada tiga problematika pelik imbas amandemen tersebut. Pertama, perekonomian tak lagi berdasarkan asas kekeluargaan, karena di dunia bisnis modern ini tidak dapat dihindarkan sistem kepemilikan pribadi sebagai hak asasi manusia yang juga dilindungi oleh UUD.
Kedua, cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak memang harus dikuasai oleh negara. Tetapi pengertiannya tidak untuk dimiliki.
"Ketiga, pengertian 'dikuasai negara' tidak identik dengan 'dimiliki oleh negara' atau tidak dimaksudkan diwujudkan melalui kepemilikan oleh negara," jelas Sayuti. Oleh karenanya, Sayuti sependapat dengan LaNyalla bahwa bangsa ini harus kembali mengacu kepada sistem ekonomi sebagaimana dirumuskan para pendiri bangsa.
"Harus ada perubahan regulasi yang memuat tiga poin. Pertama, aturan untuk mengembalikan kepada prinsip Ekonomi Pancasila. Kedua, revisi aturan yang menjurus kepada ekonomi pasar bebas atau liberal dan ketiga, aturan yang memuat secara proporsional hak dan kewajiban pemerintah pusat, daerah dan swasta," tuturnya.
Narasumber lainnya, yakni Pengamat Ekonomi Politik Dr Ichsanuddin Noorsy menambahkan, sejak bangsa ini berdiri, prinsip perekonomiannya selalu diganggu agar tak dapat diterapkan dengan baik. Secara ekonomi, Indonesia diserang secara pemikiran sejak tahun 1956.
"Kalau kita mundur ke belakang tepatnya sejak KMB (Konferensi Meja Bundar). Ada tiga hal penting kesepakatannya, yakni bayar utang dengan mata uang asing, bebaskan perusahaan asing beroperasi dan ketiga diwajibkan menjadi anggota IMF. Itu artinya Indonesia diserang secara moneter dan fiskal," tegas Ichsanuddin Noorsy.
Sejak saat itu hingga hari ini, Ichsanuddin Noorsy menilai Indonesia belum menerapkan secara utuh Ekonomi Pancasila, yang olehnya disebut sebagai Ekonomi Konstitusi.
"Bangsa ini sudah lama menikmati ketersesatan. Saya ingin meluruskan. Kita tak boleh berkhianat. Ekonomi harus diterapkan sesuai konstitusi. Saat ini hanya filosofi dan teori saja. Tapi implementasinya tak pernah. Saya punya itu secara utuh," kata dia.
Pasal 33, Ichsanuddin Noorsy melanjutkan, merupakan garis batas dari perilaku bisnis yang tamak dan rakus tanpa memperhatikan kepentingan publik yang lebih luas. Oleh karenanya, Ichsanuddin Noorsy menilai butuh kepemimpinan yang kuat untuk menerapkan sistem Ekonomi Pancasila atau Ekonomi Konstitusi sesuai pasal 33 UUD 1945 Naskah Asli.
"Pasal 33 ini bisa memakmurkan. Saya sudah membuktikan itu. Tapi untuk menerapkannya di negara ini, butuh kepemimpinan. Kriterianya ada tiga. Pertama, melindungi rakyat. Kedua, mencerdaskan dan menyejahterakan rakyat. Ketiga, membangun keyakinan rakyat bahwa perjalanan ke depan adalah benar. Satu abad Barat telah gagal. Apakah Indonesia mau ikut gagal? Silakan dipilih," demikian Ichsanuddin Noorsy.
Pada kesempatan itu Ketua DPD RI didampingi Senator asal Jambi yakni M Syukur, Ria Mayang Sari, Elviana dan Sum Indra. Turut mendampingi Senator asal Sulawesi Selatan Andi M Ihsan dan Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifudin.
Sedangkan dari Civitas Akademika UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi hadir di antaranya Rektor Sulthan Thaha Saifuddin Prof Su'aidi, Wakil Rektor I Dr Rofiqoh Ferawati, Wakil Rektor III Dr Bahrul Ulum, Para Dekan dan sejumlah mahasiswa UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Hadir pula dua orang penanggap yakni Dr Dori Efendi Bidang Hikmah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Provinsi Jambi dan perwakilan dari KADIN Jambi, Guntur.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta